Sering
kali aku tidak tahu apa-apa tentang kehidupan ini. Tapi tidak jarang
juga aku merasa tahu dan terkesan menjadi sok tahu, padahal aku tidak
tahu dan sering kali tidak pernah tahu. Ketidaktahuanku sering membuatku
bingung dan gelisah, memaksa diri untuk mencari tahu. Tapi tetap saja
aku tidak tahu apa-apa. Karenanya, ketidaktahuanku juga membuatku marah.
Terlebih ketika seharusnya aku mengetahuinya dan pada kondisi ini:
ketidaktahuanku membuatku merasa bodoh dan menjadi korban sebagai yang
dibodohi. Sebab mereka tahu, kalau aku tidak akan tahu, padahal
seharusnya aku mengetahui kalau aku tidak tahu, dan juga bodoh.
Seperti
sering kali aku bertanya, untuk apa aku dilahirkan ke dunia ini? Jika
kemudian beban hidup harus aku tanggung dalam ketidak tahuanku akan
banyak hal. Hingga seringkali tersesat, terseret arus yang berlawanan
dengan tujuan kehidupan itu sendiri. Lebih parahnya lagi, tidak ada yang
memberitahuku akan hal ini. Seandainya adapun, mereka tak pernah jelas memberitahuku selain kata-kata tentang baik dan buruk, tentang surga dan neraka, tentang cinta dan kematian.
Tidak
ada yang dengan jelas mengatakan bahwa dalam kebaikan itu ada
keburukan, seperti ilmu dan kepandaian yang seringkali menggerogoti
kerendahan hati. Dan tidak juga mereka memberitahuku, bahwa dalam
keburukan ada kebaikan, seperti salah yang dibuat dan ternyata berbuah
hikmah. Tidak mereka mengatakan pula, bahwa surga itu adalah dunia ini,
dan dunia adalah surga. Tapi neraka juga adalah kehidupan di dunia ini bagi sebagian orang. Dunia ini adalah neraka abadi bernama penderitaan.
Itulah
kenapa aku sering merasa tidak tahu. Dunia ini abu-abu, dan tidak
pernah jelas artinya. Kecuali tentang Sang Maha sempurna.
Dunia
ini adalah panggung sandiwara, yang digelar atas nama kuasa dan harta.
Bagi mereka yang telah menjual hati nurani, inilah kesenangan bernama
surga.Materi dan kemewahan adalah apa yang mereka cari. Tak perduli
nasib anak negeri. Tidak perduli rakyat yang terlukai. Bagi mereka, yang
penting hidup tenang, senang dan bisa tertawa bebas, berhaha-hihi.
Dan karena ketidak tahuanku, memang seringkali dibodohi. Wajah cantik dengan bodi
seksi. orang-orang pandai lagi seorang priyayi. Tetap saja hobinya tipu
sana-sini, berlagak arif dan serigkali mengubar janji. Padahal yang
diinginkan adalah menduduki kursi dan memiliki jabatan tinggi, biar
gampang melakukan lobi-lobi. Syaratnya hanya membuat si tuan besar merasa senang hati, biar diangkat jadi menteri. Ah, kelakuannya semakin menjadi-jadi kalau sudah begini.
Mereka membuatku marah, merasa dibodohi sebab ketidak tahuanku akan kehebatan mereka menjalani peran. Siapa
yang akan tahu jahatnya sebuah konspirasi. Yang menjadi tumbal tidak
pernah tahu, siapa sebenarnya yang berada di belakang semua aksi. Mereka
juga dibodohi, sebab ketidaktahuan mereka sebagaimana aku.
Boleh jadi dalam ruang sidang mereka bersaksi dan kebusukan tidak lagi bisa lagi ditutup-tutupi.
Betapa senang hati seluruh rakyat negeri ini. Lalu menghujat, melaknat,
membenci dan melepas kemarahan yang lama terpendam di dalam hati. Tapi siapa yang akan tahu pasti dalang dari semua ini? Bisa jadi ini hanya sekedar
mencari sensasi atau jalan sebuah konspirasi. Toh mereka yang dianggap
telah pergi sepertinya akan kembali, hanya masih bersabar dalam menanti.
Dan kita tidak tahu apa yang mereka cari dan yang mereka ingini. Akhir
cerita selalu saja rakyat yang merugi, disakiti, dilukai dan selalu
dibodohi.
Dunia
ini memang abu-abu. Seringkali aku merasa tidak tahu, meski tak jarang
merasa tahu dan terkesan sok tahu. Padahal aku tidak tahu apa-apa, dan seringkali merasa tidak pernah tahu.
repost : http://fiksi.kompasiana.com/cermin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar